Muslimah Tidak Berkata Keji
Senin, 13 Desember 2010
Label:
Artikel
~
“Diamlah wahai Aisyah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai kata-kata keji dan mengata-ngatai dengan perkataan yang keji.” (al-Hadits)
Inilah wasiat nabawi yang di dalamnya terkandung anjuran kepada akhlak yang baik dan melarang akhlak yang buruk. Boleh jadi banyak wanita yang mengira bahwa yang disebut takwa ialah melaksanakan hak Allah tanpa harus memenuhi hak hamba-Nya. Ini merupakan pemikiran yang salah.
Allah Swt. berfirman, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah: 2).
Mengomentari ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim berkata, “Ayat al-Quran ini mengandung semua mashlahat untuk hamba, baik maslahat di kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Ayat ini juga mengandung aturan berinteraksi antara sesama manusia (horisontal) dan hubungan antara hamba dengan Tuhan mereka (vertikal). Sebab setiap hamba tidak akan pernah terpisah dari kedua interaksi ini. Hal itu merupakan dua buah kewajiban bagi mereka: kewajiban antara manusia dengan Allah Swt. dan kewajiban antara sesama makhluk.
Sesuatu yang terjalin antara sesama hamba, apakah itu berupa pergaulan sehari-hari, saling tolong-menolong dan persahabatan, maka semuanya wajib didasarkan pada niat untuk mencari ridha Allah dan taat kepada-Nya. Sebab hanya itulah tujuan kebahagiaan hamba. Jika mereka tidak mendasarkan semua hubungannya dengan sesama hamba untuk mencari ridha dan untuk taat kepada Allah, maka dia tidak akan pernah meraih kebahagiaan.”
Nabi Saw. bersabda, “Sesuatu yang paling berat dalam timbangan adalah akhlak yang baik.”
Karena adanya balasan yang komplit ini, maka para sahabat Rasulullah Saw. berusaha untuk memiliki akhlak yang baik, dengan berharap mendapatkan pahala dan balasan yang agung.
Menjaga lisan termasuk salah satu kesempurnaan Islam seseorang, Rasulullah Saw. bersabda, “Sebaik-baik (kualitas) keislaman kaum mukminin adalah orang yang kaum muslimin merasa aman dari (kejahatan) lisan dan tangannya. Sebaik-baik (kualitas) keimanan kaum mukminin adalah mereka yang paling baik akhlaknya…..”
Allah Swt. berfirman, “Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. an-Nisa: 148).
Maksud dari “Allah tidak menyukai ucapan yang buruk” adalah, ucapan buruk seperti mencela orang, memaki, menerangkan keburukan-keburukan orang lain, menyinggung perasaan seseorang, dan sebagainya.
Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Hujurat: 11).
Yang dimaksud dengan kalimat “janganlah suka mencela dirimu sendiri” ialah mencela antara sesama mukmin karena orang-orang mukmin seperti satu tubuh. Sedangkan yang dimaksud dengan “panggilan yang buruk sesudah iman” adalah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: hai fasik, hai kafir dan sebagainya.
Saudariku, selagi engkau memiliki akhlak yang baik, maka segala urusan yang sulit akan menjadi mudah bagimu, hati yang dibakar amarah akan melunak, dan akan semakin banyak orang yang mencintaimu serta sedikit yang memusuhimu. Ketahuilah! Akhlak yang buruk akan menjadi kesialan bagi pelakunya dan akan menjadi sebab datangnya siksaan di dunia serta di akhirat. Imam Hasan al-Bashri berkata, “Barangsiapa yang buruk akhlaknya, sama saja dia menyiksa diri sendiri.”
Inilah wasiat nabawi yang di dalamnya terkandung anjuran kepada akhlak yang baik dan melarang akhlak yang buruk. Boleh jadi banyak wanita yang mengira bahwa yang disebut takwa ialah melaksanakan hak Allah tanpa harus memenuhi hak hamba-Nya. Ini merupakan pemikiran yang salah.
Allah Swt. berfirman, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah: 2).
Mengomentari ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim berkata, “Ayat al-Quran ini mengandung semua mashlahat untuk hamba, baik maslahat di kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Ayat ini juga mengandung aturan berinteraksi antara sesama manusia (horisontal) dan hubungan antara hamba dengan Tuhan mereka (vertikal). Sebab setiap hamba tidak akan pernah terpisah dari kedua interaksi ini. Hal itu merupakan dua buah kewajiban bagi mereka: kewajiban antara manusia dengan Allah Swt. dan kewajiban antara sesama makhluk.
Sesuatu yang terjalin antara sesama hamba, apakah itu berupa pergaulan sehari-hari, saling tolong-menolong dan persahabatan, maka semuanya wajib didasarkan pada niat untuk mencari ridha Allah dan taat kepada-Nya. Sebab hanya itulah tujuan kebahagiaan hamba. Jika mereka tidak mendasarkan semua hubungannya dengan sesama hamba untuk mencari ridha dan untuk taat kepada Allah, maka dia tidak akan pernah meraih kebahagiaan.”
Nabi Saw. bersabda, “Sesuatu yang paling berat dalam timbangan adalah akhlak yang baik.”
Karena adanya balasan yang komplit ini, maka para sahabat Rasulullah Saw. berusaha untuk memiliki akhlak yang baik, dengan berharap mendapatkan pahala dan balasan yang agung.
Menjaga lisan termasuk salah satu kesempurnaan Islam seseorang, Rasulullah Saw. bersabda, “Sebaik-baik (kualitas) keislaman kaum mukminin adalah orang yang kaum muslimin merasa aman dari (kejahatan) lisan dan tangannya. Sebaik-baik (kualitas) keimanan kaum mukminin adalah mereka yang paling baik akhlaknya…..”
Allah Swt. berfirman, “Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. an-Nisa: 148).
Maksud dari “Allah tidak menyukai ucapan yang buruk” adalah, ucapan buruk seperti mencela orang, memaki, menerangkan keburukan-keburukan orang lain, menyinggung perasaan seseorang, dan sebagainya.
Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Hujurat: 11).
Yang dimaksud dengan kalimat “janganlah suka mencela dirimu sendiri” ialah mencela antara sesama mukmin karena orang-orang mukmin seperti satu tubuh. Sedangkan yang dimaksud dengan “panggilan yang buruk sesudah iman” adalah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: hai fasik, hai kafir dan sebagainya.
Saudariku, selagi engkau memiliki akhlak yang baik, maka segala urusan yang sulit akan menjadi mudah bagimu, hati yang dibakar amarah akan melunak, dan akan semakin banyak orang yang mencintaimu serta sedikit yang memusuhimu. Ketahuilah! Akhlak yang buruk akan menjadi kesialan bagi pelakunya dan akan menjadi sebab datangnya siksaan di dunia serta di akhirat. Imam Hasan al-Bashri berkata, “Barangsiapa yang buruk akhlaknya, sama saja dia menyiksa diri sendiri.”
0 komentar:
Posting Komentar