Kewajiban Muslimah dalam Menutup Aurat
Sabtu, 04 Desember 2010
Label:
Artikel
~
Nabi Saw. pernah ditanya tentang aurat, maka beliau bersabda, “Jagalah auratmu, kecuali dari (penglihatan) suamimu atau budak yang kau punya.” Kemudian beliau ditanya, “Bagaimana apabila seorang perempuan bersama dengan sesama kaum perempuan ?” Maka beliau menjawab, “Apabila engkau mampu untuk tidak menampakkan aurat kepada siapapun maka janganlah kau tampakkan kepada siapapun.”
Najib Khalid al-Amir dalam bukunya yang berjudul “Menjadi Muslimah Militan” mengisahkan: Suatu hari, seorang gadis kecil baru saja pulang dari sekolahnya. Sesampainya di rumah, sang ibu melihat ada kesedihan yang menyelimuti wajah putrinya itu. Dengan segera, sang ibu pun menanyakan hal yang menyebabkannya bersedih. Sang gadis kecil menjawab, “Wahai ibu, ibu guru telah mengancam akan mengusirku dari sekolah, karena pakaian panjang yang aku kenakan ini.”
Sang ibu berkata dengan penuh kasih sayang, “Bukankah pakaian ini yang dikehendaki Allah, wahai putriku?” Sang gadis menjawab, “Benar ibu. Akan tetapi, kenapa ibu guru tidak menghendakinya?”
Sang ibu berkata, “Baiklah anakku, ibu guru tidak menghendakinya, tetapi Allah menghendakinya. Lantas siapa yang kamu taati? Apakah kamu menaati Allah yang telah menciptakanmu, membaguskan rupamu, dan memberi nikmat kepadamu? Ataukah kamu menaati makhluk yang tidak memiliki sesuatu manfaat ataupun bahaya untuk dirinya sendiri?” “Tentu aku akan menaati Allah Swt.,” gadis kecil itu menjawab dengan lugu. Sang ibu memujinya, “Bagus dan benarlah kamu, wahai putriku.”
Esoknya, sang gadis kecil itu berangkat ke sekolah dengan mengenakan baju panjang (jilbab). Tatkala ibu gurunya melihat pemandangan seperti itu, ia mencaci maki sang gadis dengan kasar. Sang gadis tidak berdaya menghadapi caci maki yang diiringi pandangan teman-temannya itu, maka tiada yang dilakukannya melainkan menangis.
Kemudian gadis kecil itu mengucapkan kata-kata singkat tetapi memiliki makna yang agung, “Demi Allah, saya tidak mengetahui siapa yang lebih aku taati, ibu guru atau Dia?” Sang guru pun bertanya keheranan, “Siapakah Dia yang kamu maksud?”
“Dia adalah Allah. Apakah aku akan menaati ibu dengan berpakaian seperti yang ibu kehendaki, sehingga aku mendurhakai-Nya? Ataukah, aku menaati-Nya dan durhaka kepada ibu? Aku akan menaati-Nya dan biarlah apa pun yang akan terjadi,” jelas gadis kecil itu.
Betapa indah dan agungnya kata-kata yang keluar dari mulut gadis kecil itu. Sebuah kata-kata yang menggambarkan loyalitas mutlak kepada Allah Swt.. Gadis kecil itu menegaskan komitmen dan ketaatannya kepada perintah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. al-Ahzab: 36).
Namun, apakah ibu guru itu diam begitu saja? Tidak, sang guru memanggil orangtua gadis kecil itu. Orangtua gadis itu pun memenuhi panggilannya. Guru itu berkata kepada sang ibu, “Sungguh, putrimu telah memberikan nasehat kepadaku dengan nasehat terbesar yang pernah kudengar dalam hidupku.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan kemurkaan Allah, maka Allah akan menyerahkan orang tersebut kepada manusia (tidak memberikan pertolongan kepadanya). Dan, barangsiapa yang menyebabkan manusia murka dengan (melakukan apa) yang diridhai Allah, maka Allah akan mencukupkannya dari bantuan manusia.”
Wahai saudariku, anak-anakmu berada di hadapanmu. Mereka ibarat adonan tepung. Engkau dapat membentuknya sekehendak hatimu. Anak kecil yang sudah dibiasakan memakai pakaian ketat dan memperlihatkan auratnya, niscaya pada saat besarnya, dia tidak akan melepaskannya atau paling tidak kesulitan untuk melepaskannya.
Oleh karena itu, janganlah engkau menjadikan mereka sebagai sapi perahan. Hanya untuk menjadikan anakmu sebagai seorang artis, engkau memakaikan atau membiarkannya memakai pakaian yang seronok. Hal itu engkau lakukan, agar anakmu cepat terkenal di tengah publik. Sesungguhnya anakmu tidak memberikan kebaikan sedikitpun kepada masyarakat, justru ia hanya biang kerusakan moral.
Ingatlah, banyak kasus pemerkosaan disebabkan sebelumnya orang melihat penampilan seronok seorang wanita. Kasihanilah anakmu, sebab kelak ia akan celaka karena kesalahan mendidik yang engkau lakukan! Ingatlah, surga akan engkau peroleh karena berhasil mendidik anak dengan cara yang islami. Sebaliknya, nerakalah balasannya bagi mereka yang menyebabkan orang lain rusak, namun tidak segera menyadarinya!
Humaid adh-Dhabbiy berkata, “Dahulu kami mendengar banyak orang terseret ke lembah kebinasaan karena keluarga mereka”
Imam Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Seseorang melihat istri dan anak-anaknya taat kepada Allah ‘azza wa jalla, lalu adakah sesuatu yang lebih nikmat daripada seseorang melihat istri dan anak-anaknya taat kepada Allah?”
Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa masalah jilbab (menutup aurat) adalah kewajiban Islami yang tidak ada menyelisihinya. Ketentuan kewajibannya berdasarkan dalil-dalil al-Quran, hadits dan kesepakatan (ijma’) umat Islam, sesuai dengan pendapat masing-masing madzhab.
Hal itu berlangsung sampai berabad-abad lamanya. Sampai ketika para penjajah mulai menjajah negeri-negeri kaum muslimin. Kemudian memaksakan perilaku dan gaya kehidupan mereka kepada kaum muslimin. Sehingga, lambat laun gaya hidup islami mulai tercemari oleh perilaku kebarat-baratan, umat Islam mulai mengikuti budaya Barat (salah satunya mulai menanggalkan jilbab).
Tapi generasi Islam yang sadar akan ketaatannya kepada Allah tak pernah melepaskan jilbab walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya. Sesungguhnya memakai jilbab merupakan kewajiban seorang muslimah. Seorang muslimah tidak dibenarkan – baik dilihat dari sudut agama, akhlak, adat, peraturan, atau undang-undang negara – menolak dan meninggalkan kewajibannya. Pasalnya, itu dapat berarti menyelisihi akidah dan kepribadiannya sebagai seorang muslimah.
Najib Khalid al-Amir dalam bukunya yang berjudul “Menjadi Muslimah Militan” mengisahkan: Suatu hari, seorang gadis kecil baru saja pulang dari sekolahnya. Sesampainya di rumah, sang ibu melihat ada kesedihan yang menyelimuti wajah putrinya itu. Dengan segera, sang ibu pun menanyakan hal yang menyebabkannya bersedih. Sang gadis kecil menjawab, “Wahai ibu, ibu guru telah mengancam akan mengusirku dari sekolah, karena pakaian panjang yang aku kenakan ini.”
Sang ibu berkata dengan penuh kasih sayang, “Bukankah pakaian ini yang dikehendaki Allah, wahai putriku?” Sang gadis menjawab, “Benar ibu. Akan tetapi, kenapa ibu guru tidak menghendakinya?”
Sang ibu berkata, “Baiklah anakku, ibu guru tidak menghendakinya, tetapi Allah menghendakinya. Lantas siapa yang kamu taati? Apakah kamu menaati Allah yang telah menciptakanmu, membaguskan rupamu, dan memberi nikmat kepadamu? Ataukah kamu menaati makhluk yang tidak memiliki sesuatu manfaat ataupun bahaya untuk dirinya sendiri?” “Tentu aku akan menaati Allah Swt.,” gadis kecil itu menjawab dengan lugu. Sang ibu memujinya, “Bagus dan benarlah kamu, wahai putriku.”
Esoknya, sang gadis kecil itu berangkat ke sekolah dengan mengenakan baju panjang (jilbab). Tatkala ibu gurunya melihat pemandangan seperti itu, ia mencaci maki sang gadis dengan kasar. Sang gadis tidak berdaya menghadapi caci maki yang diiringi pandangan teman-temannya itu, maka tiada yang dilakukannya melainkan menangis.
Kemudian gadis kecil itu mengucapkan kata-kata singkat tetapi memiliki makna yang agung, “Demi Allah, saya tidak mengetahui siapa yang lebih aku taati, ibu guru atau Dia?” Sang guru pun bertanya keheranan, “Siapakah Dia yang kamu maksud?”
“Dia adalah Allah. Apakah aku akan menaati ibu dengan berpakaian seperti yang ibu kehendaki, sehingga aku mendurhakai-Nya? Ataukah, aku menaati-Nya dan durhaka kepada ibu? Aku akan menaati-Nya dan biarlah apa pun yang akan terjadi,” jelas gadis kecil itu.
Betapa indah dan agungnya kata-kata yang keluar dari mulut gadis kecil itu. Sebuah kata-kata yang menggambarkan loyalitas mutlak kepada Allah Swt.. Gadis kecil itu menegaskan komitmen dan ketaatannya kepada perintah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. al-Ahzab: 36).
Namun, apakah ibu guru itu diam begitu saja? Tidak, sang guru memanggil orangtua gadis kecil itu. Orangtua gadis itu pun memenuhi panggilannya. Guru itu berkata kepada sang ibu, “Sungguh, putrimu telah memberikan nasehat kepadaku dengan nasehat terbesar yang pernah kudengar dalam hidupku.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan kemurkaan Allah, maka Allah akan menyerahkan orang tersebut kepada manusia (tidak memberikan pertolongan kepadanya). Dan, barangsiapa yang menyebabkan manusia murka dengan (melakukan apa) yang diridhai Allah, maka Allah akan mencukupkannya dari bantuan manusia.”
Wahai saudariku, anak-anakmu berada di hadapanmu. Mereka ibarat adonan tepung. Engkau dapat membentuknya sekehendak hatimu. Anak kecil yang sudah dibiasakan memakai pakaian ketat dan memperlihatkan auratnya, niscaya pada saat besarnya, dia tidak akan melepaskannya atau paling tidak kesulitan untuk melepaskannya.
Oleh karena itu, janganlah engkau menjadikan mereka sebagai sapi perahan. Hanya untuk menjadikan anakmu sebagai seorang artis, engkau memakaikan atau membiarkannya memakai pakaian yang seronok. Hal itu engkau lakukan, agar anakmu cepat terkenal di tengah publik. Sesungguhnya anakmu tidak memberikan kebaikan sedikitpun kepada masyarakat, justru ia hanya biang kerusakan moral.
Ingatlah, banyak kasus pemerkosaan disebabkan sebelumnya orang melihat penampilan seronok seorang wanita. Kasihanilah anakmu, sebab kelak ia akan celaka karena kesalahan mendidik yang engkau lakukan! Ingatlah, surga akan engkau peroleh karena berhasil mendidik anak dengan cara yang islami. Sebaliknya, nerakalah balasannya bagi mereka yang menyebabkan orang lain rusak, namun tidak segera menyadarinya!
Humaid adh-Dhabbiy berkata, “Dahulu kami mendengar banyak orang terseret ke lembah kebinasaan karena keluarga mereka”
Imam Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Seseorang melihat istri dan anak-anaknya taat kepada Allah ‘azza wa jalla, lalu adakah sesuatu yang lebih nikmat daripada seseorang melihat istri dan anak-anaknya taat kepada Allah?”
Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa masalah jilbab (menutup aurat) adalah kewajiban Islami yang tidak ada menyelisihinya. Ketentuan kewajibannya berdasarkan dalil-dalil al-Quran, hadits dan kesepakatan (ijma’) umat Islam, sesuai dengan pendapat masing-masing madzhab.
Hal itu berlangsung sampai berabad-abad lamanya. Sampai ketika para penjajah mulai menjajah negeri-negeri kaum muslimin. Kemudian memaksakan perilaku dan gaya kehidupan mereka kepada kaum muslimin. Sehingga, lambat laun gaya hidup islami mulai tercemari oleh perilaku kebarat-baratan, umat Islam mulai mengikuti budaya Barat (salah satunya mulai menanggalkan jilbab).
Tapi generasi Islam yang sadar akan ketaatannya kepada Allah tak pernah melepaskan jilbab walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya. Sesungguhnya memakai jilbab merupakan kewajiban seorang muslimah. Seorang muslimah tidak dibenarkan – baik dilihat dari sudut agama, akhlak, adat, peraturan, atau undang-undang negara – menolak dan meninggalkan kewajibannya. Pasalnya, itu dapat berarti menyelisihi akidah dan kepribadiannya sebagai seorang muslimah.
0 komentar:
Posting Komentar