Akhlak Kita adalah Gambaran Batin Kita
Senin, 13 Desember 2010
Label:
Artikel
~
"Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik membawa kebaikan untuk kehidupan dunia dan akhirat." (al-Hadits)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dalam kitab Makarimul Akhlaq mengatakan, al-Khuluq (bentuk mufrad/tunggal dari kata akhlaq) berarti perangai atau kelakuan, yakni sebagaimana yang diungkapkan oleh para ulama: “Gambaran batin seseorang.” Karena pada dasarnya manusia itu mempunyai dua gambaran:
1. Gambaran zhahir (luar): Yaitu bentuk penciptaan yang telah Allah jadikan padanya sebuah tubuh. Dan gambaran zhahir tersebut di antaranya ada yang indah dan bagus, ada yang jelek dan buruk, dan ada pula yang berada pada pertengahan di antara keduanya atau biasa-biasa saja.
2. Gambaran batin (dalam): Yaitu suatu keadaan yang melekat kokoh dalam jiwa, yang keluar darinya perbuatanperbuatan, baik yang terpuji maupun yang buruk (yang dapat dilakukan) tanpa berpikir atau kerja otak. Dan gambaran ini juga ada yang baik jika memang keluar dari akhlaq yang baik, dan ada pula yang buruk jika keluar dari akhlaq yang buruk. Inilah yang kemudian disebut dengan nama “khuluq” atau akhlaq. Jadi, khuluq atau akhlaq adalah gambaran batin yang telah ditetapkan pada seseorang.
Saudariku, jika memang demikian adanya, tentu akhlak buruk keluar dari kondisi batin yang buruk pula. Sementara akhlak baik keluar dari kondisi batin yang baik. Marilah kita merenung tentang hal ini. Marilah kita bertanya pada diri kita masing-masing, bagaimana kondisi batin kita saat ini, apakah dalam kondisi baik atau buruk.
Mari kita perindah batin kita dengan meningkatkan amalan-amalan ruhiyah seperti shalat fardhu berjamaah, membaca dan mendengarkan bacaan al-Quran, berdzikir, shalat sunah, shaum, berdoa, dzikrul maut, dan bermuhasabah. Mudah-mudahan dengan mengerjakan semua itu, akhlak kita menjadi lebih mulia.
Sungguh aku merasa heran dengan perkataan seorang intelek di negeri ini yang mengatakan bahwa bisa\ tidaknya seseorang membaca al-Quran atau sering\ tidaknya seseorang membaca al-Quran, tidak ada hubungannya seseorang itu tidak korupsi atau tidak. Hal itu dia katakan ketika di Aceh dan beberapa tempat yang lainnya menyelenggarakan test baca al-Quran bagi para caleg. Perkataannya itu adalah perkataan orang yang tidak paham tentang esensi keberadaan Islam. Dia menganggap bahwa ibadah tidak ada hubungannya dengan akhlak. Sedangkan Islam berkata sebaliknya, bahwa ibadah memiliki kaitan yang erat dengan akhlak. Mana buktinya?
Rasulullah Saw. menyebutkan bahwa Allah tidak akan mengazab hati orang-orang yang memerhatikan (mentadaburi) al-Quran. Umat ini akan meraih kejayaan dengan al-Quran dan mengalami kemunduran karena meninggalkan al-Quran.
Tidak diragukan lagi bahwa perkara shalat akan terasa berat bagi sebagian orang, terutama bagi orang-orang munafik. Rasulullah Saw. bersabda, “Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya' dan shalat subuh.”
Akan tetapi perkara shalat bagi seorang mukmin tidaklah berat, Allah berfirman, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah: 45 & 46).
Rasulullah Saw. juga bersabda, “Telah dijadikan sebagai penyejuk mataku ketika shalat.”
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah Saw. pernah berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, hiburlah kita dengan shalat.”
Karena, ketika sedang shalat ada rasa nyaman, ketenangan jiwa dan kelapangan. Tidak seperti yang dikatakan oleh sebagian orang: Hiburlah kita dengan selain shalat!, karena shalat terasa berat bagi mereka dan menyusahkan diri-diri mereka.
Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. al-Ankabut: 45).
Dengan demikian, tanpa mengerjakan shalat berarti keinginan untuk berbuat keji dan mungkar semakin besar dalam diri kita. Apabila kita menegakkan shalat, shalat itu akan mempengaruhi akhlak dan perilaku kita menjadi lebih baik lagi. Ibnu Abbas Ra. berkata, “Shalat mempunyai kekuatan untuk mencegah kecenderungan berbuat dosa.”
Abu Hurairah Ra. menceritakan, “Seseorang datang menemui Rasulullah Saw. serta menceritakan seseorang yang senantiasa shalat sepanjang malam dan setelah itu mencuri sebelum fajar. Rasulullah Saw. bersabda, ‘Shalatnya tidak lama lagi akan mencegahnya dari perbuatan dosa itu.”
Mengomentari hadits ini, Syaikh Maulana Zakariya al-Kandhalawy mengatakan, “Hadits ini menerangkan bahwa kebiasaan melakukan maksiat dapat dihentikan dengan cara tekun mendirikan shalat dengan ikhlas. Memang sukar dan memakan waktu lama untuk menghentikan suatu kebiasaan buruk. Tetapi lebih mudah dan lebih cepat apabila segera memulai mendirikan shalat dengan tertib, niscaya dengan rahmat Allah tabiat-tabiat buruk itu akan hilang satu demi satu.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw. bersabda, “Setan takut pada seorang muslim selama dia menjaga shalat dan menjaganya dengan sempurna, tetapi apabila dia melalaikan shalatnya, maka setan akan datang menyesatkannya, setelah itu mereka akan mudah digoda untuk melakukan dosa-dosa besar dan berat.”
Tentang dzikir, Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. al-Anfal: 45).
Ayat ini menunjukkan bahwa dzikir memberi manfaat untuk meningkatkan keberanian kita dalam berjihad dan beramal di jalan Allah.
Dalam ayat yang lain disebutkan, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ra’d: 28).
Dzikir membuahkan ketenangan dan ketenteraman. Pribadi yang tenang lahir dari sikap pasrah, optimis, dan yakin akan keberadaan Allah.
Demikianlah beberapa keutamaan ibadah yang memiliki kaitan secara langsung dengan akhlak kita.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dalam kitab Makarimul Akhlaq mengatakan, al-Khuluq (bentuk mufrad/tunggal dari kata akhlaq) berarti perangai atau kelakuan, yakni sebagaimana yang diungkapkan oleh para ulama: “Gambaran batin seseorang.” Karena pada dasarnya manusia itu mempunyai dua gambaran:
1. Gambaran zhahir (luar): Yaitu bentuk penciptaan yang telah Allah jadikan padanya sebuah tubuh. Dan gambaran zhahir tersebut di antaranya ada yang indah dan bagus, ada yang jelek dan buruk, dan ada pula yang berada pada pertengahan di antara keduanya atau biasa-biasa saja.
2. Gambaran batin (dalam): Yaitu suatu keadaan yang melekat kokoh dalam jiwa, yang keluar darinya perbuatanperbuatan, baik yang terpuji maupun yang buruk (yang dapat dilakukan) tanpa berpikir atau kerja otak. Dan gambaran ini juga ada yang baik jika memang keluar dari akhlaq yang baik, dan ada pula yang buruk jika keluar dari akhlaq yang buruk. Inilah yang kemudian disebut dengan nama “khuluq” atau akhlaq. Jadi, khuluq atau akhlaq adalah gambaran batin yang telah ditetapkan pada seseorang.
Saudariku, jika memang demikian adanya, tentu akhlak buruk keluar dari kondisi batin yang buruk pula. Sementara akhlak baik keluar dari kondisi batin yang baik. Marilah kita merenung tentang hal ini. Marilah kita bertanya pada diri kita masing-masing, bagaimana kondisi batin kita saat ini, apakah dalam kondisi baik atau buruk.
Mari kita perindah batin kita dengan meningkatkan amalan-amalan ruhiyah seperti shalat fardhu berjamaah, membaca dan mendengarkan bacaan al-Quran, berdzikir, shalat sunah, shaum, berdoa, dzikrul maut, dan bermuhasabah. Mudah-mudahan dengan mengerjakan semua itu, akhlak kita menjadi lebih mulia.
Sungguh aku merasa heran dengan perkataan seorang intelek di negeri ini yang mengatakan bahwa bisa\ tidaknya seseorang membaca al-Quran atau sering\ tidaknya seseorang membaca al-Quran, tidak ada hubungannya seseorang itu tidak korupsi atau tidak. Hal itu dia katakan ketika di Aceh dan beberapa tempat yang lainnya menyelenggarakan test baca al-Quran bagi para caleg. Perkataannya itu adalah perkataan orang yang tidak paham tentang esensi keberadaan Islam. Dia menganggap bahwa ibadah tidak ada hubungannya dengan akhlak. Sedangkan Islam berkata sebaliknya, bahwa ibadah memiliki kaitan yang erat dengan akhlak. Mana buktinya?
Rasulullah Saw. menyebutkan bahwa Allah tidak akan mengazab hati orang-orang yang memerhatikan (mentadaburi) al-Quran. Umat ini akan meraih kejayaan dengan al-Quran dan mengalami kemunduran karena meninggalkan al-Quran.
Tidak diragukan lagi bahwa perkara shalat akan terasa berat bagi sebagian orang, terutama bagi orang-orang munafik. Rasulullah Saw. bersabda, “Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya' dan shalat subuh.”
Akan tetapi perkara shalat bagi seorang mukmin tidaklah berat, Allah berfirman, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah: 45 & 46).
Rasulullah Saw. juga bersabda, “Telah dijadikan sebagai penyejuk mataku ketika shalat.”
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah Saw. pernah berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, hiburlah kita dengan shalat.”
Karena, ketika sedang shalat ada rasa nyaman, ketenangan jiwa dan kelapangan. Tidak seperti yang dikatakan oleh sebagian orang: Hiburlah kita dengan selain shalat!, karena shalat terasa berat bagi mereka dan menyusahkan diri-diri mereka.
Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. al-Ankabut: 45).
Dengan demikian, tanpa mengerjakan shalat berarti keinginan untuk berbuat keji dan mungkar semakin besar dalam diri kita. Apabila kita menegakkan shalat, shalat itu akan mempengaruhi akhlak dan perilaku kita menjadi lebih baik lagi. Ibnu Abbas Ra. berkata, “Shalat mempunyai kekuatan untuk mencegah kecenderungan berbuat dosa.”
Abu Hurairah Ra. menceritakan, “Seseorang datang menemui Rasulullah Saw. serta menceritakan seseorang yang senantiasa shalat sepanjang malam dan setelah itu mencuri sebelum fajar. Rasulullah Saw. bersabda, ‘Shalatnya tidak lama lagi akan mencegahnya dari perbuatan dosa itu.”
Mengomentari hadits ini, Syaikh Maulana Zakariya al-Kandhalawy mengatakan, “Hadits ini menerangkan bahwa kebiasaan melakukan maksiat dapat dihentikan dengan cara tekun mendirikan shalat dengan ikhlas. Memang sukar dan memakan waktu lama untuk menghentikan suatu kebiasaan buruk. Tetapi lebih mudah dan lebih cepat apabila segera memulai mendirikan shalat dengan tertib, niscaya dengan rahmat Allah tabiat-tabiat buruk itu akan hilang satu demi satu.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw. bersabda, “Setan takut pada seorang muslim selama dia menjaga shalat dan menjaganya dengan sempurna, tetapi apabila dia melalaikan shalatnya, maka setan akan datang menyesatkannya, setelah itu mereka akan mudah digoda untuk melakukan dosa-dosa besar dan berat.”
Tentang dzikir, Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. al-Anfal: 45).
Ayat ini menunjukkan bahwa dzikir memberi manfaat untuk meningkatkan keberanian kita dalam berjihad dan beramal di jalan Allah.
Dalam ayat yang lain disebutkan, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ra’d: 28).
Dzikir membuahkan ketenangan dan ketenteraman. Pribadi yang tenang lahir dari sikap pasrah, optimis, dan yakin akan keberadaan Allah.
Demikianlah beberapa keutamaan ibadah yang memiliki kaitan secara langsung dengan akhlak kita.
0 komentar:
Posting Komentar