Kepemimpinan Istri
Rabu, 08 Desember 2010
Label:
Artikel
~
“Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (al-Hadits)
Suatu ketika Ali bin Abi Thalib Ra. bertanya kepada murid-muridnya, “Maukah kalian saya ceritakan tentang Fatimah Ra., orang yang paling dicintai di antara putra-putri Rasulullah Saw.?” Serentak murid-muridnya menjawab, “Tentu, kami ingin sekali.”
Kemudian Ali bin Abi Thalib Ra. bercerita, “Fatimah sering menggiling gandum dengan tangannya sendiri, sehingga menimbulkan bintik-bintik hitam yang menebal pada kedua telapak tangannya. Dia sendiri yang mengangkut air ke rumahnya dalam sebuah kantung kulit yang menyebabkan luka-luka di atas dadanya. Kemudian dia membersihkan rumahnya seorang diri, menyebabkan pakaiannya menjadi kotor.”
Pada suatu hari, datanglah beberapa orang hamba sahaya kepada Rasulullah Saw., maka saya pun berkata, “Pergilah engkau menghadap Rasulullah Saw. dan mintalah seorang pembantu untuk meringankan pekerjaan rumahmu.” Kemudian dia pergi menemui Rasulullah Saw., tetapi pada saat itu banyak orang yang menghadiri majelis Rasulullah Saw.. Karena malu untuk menyampaikan maksudnya, dia pun kembali ke rumah.
Pada hari berikutnya, Rasulullah Saw. datang ke rumah kami dan bertanya, “Wahai Fatimah, ada maksud apa engkau datang ke rumahku kemarin?” Fatimah tidak menjawab karena malu. Saya berkata kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, dia menggiling gandum setiap hari, yang menimbulkan bintik-bintik hitam pada tangannya. Dia mengangkat air setiap hari sehingga menyebabkan luka-luka di atas dadanya, dan setiap hari dia membersihkan rumahnya sehingga pakaiannya menjadi kotor. Kemudian saya menceritakan tentang beberapa orang hamba sahaya yang engkau dapatkan kemarin dan menyuruh Fatimah datang kepada engkau untuk meminta seorang pembantu.”
Mendengar hal itu, Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai Fatimah, bertakwalah kepada Allah, tetaplah menyempurnakan kewajibanmu kepada Allah dan kerjakanlah pekerjaan rumah tanggamu. Kemudian, apabila engkau akan tidur, ucapkanlah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 34 kali, ini lebih baik bagimu daripada seorang pembantu.” Setelah mendengar nasehat itu, Fatimah Ra. berkata, “Saya ridha dengan keputusan Allah dan Rasul-Nya.”
Saudariku, inilah kisah kehidupan putri Rasulullah yang layak dijadikan pelajaran. Banyak wanita yang tidak tahan ketika mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah. Dan, akhirnya meninggalkan rumah-rumah mereka untuk pergi bekerja. Suami-istri bekerja, sementara anak-anak dan rumah tidak ada yang mengurusnya. Ia menyerahkan semua pekerjaan rumah kepada pembantunya, termasuk tugas mendidik anak! Tidak heran banyak anak yang tidak lagi patuh kepada kedua orangtuanya, karena toh orangtua tidak memberikan apa yang seharusnya diberikan kepada anak-anaknya. Sebab, kebutuhan psikologis anak tidak mungkin dapat dipenuhi kecuali dalam lingkungan yang penuh dengan kesabaran dan kelembutan orangtuanya. Hal itu terjadi karena mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah sebuah bentuk pengabdian, tidak hanya kepada suami dan anak-anaknya, tetapi lebih dari itu, pengabdian kepada Allah Swt.!
Hendaknya engkau menyadari, wahai saudariku, bahwa pekerjaan engkau di rumah, mulai dari menyapu hingga mengurus anak adalah bagian dari ibadah kepada Allah Swt.. Renungkanlah apa yang dikatakan Fatimah ketika mendengar nasehat Rasulullah Saw., “Saya ridha dengan keputusan Allah dan Rasul-Nya.”
Fatimah adalah putri kesayangan Rasulullah Saw., namun ia bukanlah putri yang manja. Ia menyadari bahwa yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya adalah takwa, bukan berdasarkan faktor keturunan. Ia tahu bahwa apa yang dilakukannya akan kembali pada dirinya sendiri. Orang-orang yang beramal dengan ikhlas karena Allah, setiap pekerjaan yang dilakukannya akan terasa mudah dan ringan.
Suatu ketika Ali bin Abi Thalib Ra. bertanya kepada murid-muridnya, “Maukah kalian saya ceritakan tentang Fatimah Ra., orang yang paling dicintai di antara putra-putri Rasulullah Saw.?” Serentak murid-muridnya menjawab, “Tentu, kami ingin sekali.”
Kemudian Ali bin Abi Thalib Ra. bercerita, “Fatimah sering menggiling gandum dengan tangannya sendiri, sehingga menimbulkan bintik-bintik hitam yang menebal pada kedua telapak tangannya. Dia sendiri yang mengangkut air ke rumahnya dalam sebuah kantung kulit yang menyebabkan luka-luka di atas dadanya. Kemudian dia membersihkan rumahnya seorang diri, menyebabkan pakaiannya menjadi kotor.”
Pada suatu hari, datanglah beberapa orang hamba sahaya kepada Rasulullah Saw., maka saya pun berkata, “Pergilah engkau menghadap Rasulullah Saw. dan mintalah seorang pembantu untuk meringankan pekerjaan rumahmu.” Kemudian dia pergi menemui Rasulullah Saw., tetapi pada saat itu banyak orang yang menghadiri majelis Rasulullah Saw.. Karena malu untuk menyampaikan maksudnya, dia pun kembali ke rumah.
Pada hari berikutnya, Rasulullah Saw. datang ke rumah kami dan bertanya, “Wahai Fatimah, ada maksud apa engkau datang ke rumahku kemarin?” Fatimah tidak menjawab karena malu. Saya berkata kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, dia menggiling gandum setiap hari, yang menimbulkan bintik-bintik hitam pada tangannya. Dia mengangkat air setiap hari sehingga menyebabkan luka-luka di atas dadanya, dan setiap hari dia membersihkan rumahnya sehingga pakaiannya menjadi kotor. Kemudian saya menceritakan tentang beberapa orang hamba sahaya yang engkau dapatkan kemarin dan menyuruh Fatimah datang kepada engkau untuk meminta seorang pembantu.”
Mendengar hal itu, Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai Fatimah, bertakwalah kepada Allah, tetaplah menyempurnakan kewajibanmu kepada Allah dan kerjakanlah pekerjaan rumah tanggamu. Kemudian, apabila engkau akan tidur, ucapkanlah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 34 kali, ini lebih baik bagimu daripada seorang pembantu.” Setelah mendengar nasehat itu, Fatimah Ra. berkata, “Saya ridha dengan keputusan Allah dan Rasul-Nya.”
Saudariku, inilah kisah kehidupan putri Rasulullah yang layak dijadikan pelajaran. Banyak wanita yang tidak tahan ketika mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah. Dan, akhirnya meninggalkan rumah-rumah mereka untuk pergi bekerja. Suami-istri bekerja, sementara anak-anak dan rumah tidak ada yang mengurusnya. Ia menyerahkan semua pekerjaan rumah kepada pembantunya, termasuk tugas mendidik anak! Tidak heran banyak anak yang tidak lagi patuh kepada kedua orangtuanya, karena toh orangtua tidak memberikan apa yang seharusnya diberikan kepada anak-anaknya. Sebab, kebutuhan psikologis anak tidak mungkin dapat dipenuhi kecuali dalam lingkungan yang penuh dengan kesabaran dan kelembutan orangtuanya. Hal itu terjadi karena mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah sebuah bentuk pengabdian, tidak hanya kepada suami dan anak-anaknya, tetapi lebih dari itu, pengabdian kepada Allah Swt.!
Hendaknya engkau menyadari, wahai saudariku, bahwa pekerjaan engkau di rumah, mulai dari menyapu hingga mengurus anak adalah bagian dari ibadah kepada Allah Swt.. Renungkanlah apa yang dikatakan Fatimah ketika mendengar nasehat Rasulullah Saw., “Saya ridha dengan keputusan Allah dan Rasul-Nya.”
Fatimah adalah putri kesayangan Rasulullah Saw., namun ia bukanlah putri yang manja. Ia menyadari bahwa yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya adalah takwa, bukan berdasarkan faktor keturunan. Ia tahu bahwa apa yang dilakukannya akan kembali pada dirinya sendiri. Orang-orang yang beramal dengan ikhlas karena Allah, setiap pekerjaan yang dilakukannya akan terasa mudah dan ringan.
0 komentar:
Posting Komentar